Belajar Hidup dari Nuh
Kitab Suci sebagai buku iman kristiani memiliki dua bagian besar dalam pembagiannya yaitu Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru . Per...
Kitab Suci sebagai
buku iman kristiani memiliki dua bagian besar dalam
pembagiannya yaitu Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Perjanjian Lama pada umumnya menceritakan tentang hubungan
Allah dengan bangsa terpilih yaitu Bangsa Israel melalui perantaraan nabi-nabi,
raja-raja dan tokoh-tokoh
yang dekat dengan Allah. Sedangkan Perjanjian Baru lebih
menceritakan hubungan Allah dengan seluruh umat manusia melalui perantaraan
Yesus Kristus Putera TunggalNya. Maka,
banyak sekali kisah tokoh-tokoh dalam Kitab Suci yang mengajarkan nilai-nilai
kehidupan bagi manusia. Oleh karena itu baiklah kalau kita meneladan salah satu
tokoh dalam Kitab Suci Perjanjian Lama yang diselamatkan oleh Allah dari
kemurkaanNya dengan sebuah bahtera raksasa yaitu Nuh.
Nuh adalah salah satu tokoh dalam Perjanjian Lama
yang amat terkenal. Dia dan keluarganya diselamatkan oleh Allah melalui bahtera
yang dibuatnya atas perintah dari Allah. Karena itulah cerita tentang Nuh
menjadi salah satu cerita yang cukup terkenal dalam Kitab Suci Perjanjian Lama.
Melalui cerita kehidupan Nuh, kita dapat mempelajari nilai-nilai kehidupan yang
ada di dalam dirinya untuk kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari
sebagai orang beriman.
Hidup Dalam Kebenaran. “Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di
antara orang-orang sezamanNya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah” (Kej 6:9) , begitulah Kitab Suci
menggambarkan sosok Nuh dalam kehidupan kesehariannya. Nuh menjadi seorang yang
berbeda dalam kehidupannya daripada kehidupan manusia pada zaman itu. Ia
mengenal Allah dan selalu berusaha mendekatkan diri padaNya. Dia sadar seluruh
kehidupan di dunia diatur atas kehendak Allah. Maka dari itu, Nuh berusaha
untuk tetap hidup dalam kebenaran di tengah kebobrokan dunia pada zaman itu. Ia
berusaha mengamalkan hidupnya di dalam kebaikan dan tidak terseret pada
lingkungannya yang dipenuhi kejahatan.
Pada zaman ini, hidup dalam kebenaran bukanlah suatu
hal yang mudah. Apalagi dengan kebebasan dalam berpikir telah menjadi salah
satu bagian kehidupan manusia. Berpikir menjadi suatu yang biasa bagi manusia
tetapi yang membuat prihatin adalah banyak sekali hasil pemikiran yang memiliki
banyak dampak negatif malah disenangi manusia. Akhirnya dunia jatuh pada masa
dimana hal-hal buruk telah menjadi bagian dari masyarakat. Seakan-akan dunia
kembali pada zaman Nuh dimana kejahatan dan kerusakan moral telah menjadi
bagian hidup manusia.
Inilah yang menjadi tantangan bagi orang kristiani
untuk tetap hidup dalam kebenaran. Sebagai orang beriman kita harus mampu
menyaring setiap hal baru yang kita terima. Karena setiap pemikiran baru belum
tentu memiliki suatu kebenaran yang searah dengan tujuan iman dalam kehidupan
manusia. Jangan sampai kita menerima dengan cuma-cuma hal baru itu, tanpa
mengerti dan memahami pemikiran tersebut. Kita dapat meneladan Nuh yang berani
untuk hidup dalam kebenaran din tengah kerusakan zamannya. Nuh berani memilih
mana yang baik bagi kehidupannya dan mana yang buruk dalam kehidupannya
sehingga ia dapat hidup dalam kebenaran.
Percaya Dan Mau Mendengar Kehendak Allah. “Tetapi Nuh mendapat kasih karunia di mata Tuhan”(Kej 6:8). Nuh hidup dalam kebenaran,
percaya dan mau mendengar kehendak Allah sehingga ia membuat Allah berkenan
untuk senantiasa menjadi bagian dari hidup Nuh. Nuh memahami Allah sebagai
penguasa alam semesta sehingga Allah juga berkuasa di dalam kehidupan Nuh juga.
Nuh senantiasa menaruh harapan dan kepercayaan kepada Allah dan dengan setia
berusaha untuk mendengar kehendak Allah di dalam hidupnya. Bagi Nuh, ia akan
melakukan segalanya jika itu semua seturut keinginan dan kehendak Allah.
Bagi sebagian manusia yang hidup di zaman modern, percaya
dan berusaha mendengar kehendak Allah dalam diri setiap manusia adalah sesuatu
yang dianggap kuno. Manusia dibutakan oleh dirinya sendiri dan menganggap Allah
tidak berperan dalam kehidupannya. Itulah masalah yang sering dihadapi manusia
modern yang sudah mulai menerima paham-paham kebebasan dalam berpikir. Mereka
lebih senang akan pemikiran-pemikiran yang membuat mereka bebas dalam melakukan
segala sesuatu di kehidupan mereka daripada merenungkan apa yang dikehendaki
Allah dalam hidup manusia yang terkadang kurang mengenakkan bagi mereka.
Maka dari itu, sebagai orang beriman kita harus
mengembangkan kehidupan rohani di dalam diri kita. Pengembangan pemikiran
secara rohani diperlukan agar pemikiran kita tidak dibutakan oleh
pemikiran-pemikiran lain yang ada di sekitar kita. Kita dapat melakukannya
dengan meningkatkan sikap hidup rohani kita sehari-hari (Misalnya : Misa
harian, ibadat, doa, bacaan rohani, dll). Sehingga kepercayaan kita akan Allah
semakin penuh dan kita dapat mendengarkan apa yang Allah mau dalam hidup kita. Sama
seperti teladan yang diajarkan oleh Nuh kepada kita yaitu dalam hidupnya ia
senantiasa bergaul dengan Allah.
Setia Dan Tekun Dalam Pekerjaan. “Lalu Nuh melakukan semuanya itu; tepat seperti yang
diperintahkan Allah kepadanya, demikianlah dilakukannya”(Kej 6:22). Tugas yang diberikan Allah kepada Nuh bukanlah suatu
tugas yang bisa dikatakan mudah. Membuat suatu bahtera yang diisi oleh berbagai
binatang yang tidak sedikit jumlahnya adalah suatu hal yang luar biasa. Apalagi
Nuh hidup di zaman Perjanjian Lama yang belum memiliki peralatan modern seperti
sekarang ini. Namun Nuh tetap setia dan tekun dalam setiap pekerjaan yang ia
lakukan. Nuh menjadikan pekerjaan itu sebagai karya Allah dalam hidupnya. Nuh
berusaha setia dan dengan tekun mempercayakan apa yang dibuatnya selalu dalam
bantuan dan perlindungan Allah sendiri.
Dalam kehidupan manusia diperlukan ketekunan dan
kesetiaan untuk menjalani proses yang bisa dikatakan panjang dan penuh misteri.
Menyerah di tengah perjalanan hidup adalah suatu hal yang bisa dikatakan tidak
mungkin dilakukan karena sebagai orang beriman kita percaya bahwa akan adanya
kehidupan selanjutnya. Kehidupan di dunia yang kita jalani sekarang adalah
cerminan kehidupan kita di dunia kekal kelak.
Oleh karena itu, manusia dituntut untuk memiliki dua
hal ini yaitu; ketekunan dan kesetiaan, dalam melakukan pekerjaan hidupnya.
Manusia yang melakukan pekerjaannya setengah-setengah akan membuat hidupnya
tidak berkembang. Hal ini akan membuat manusia jatuh dalam kebosanan dan
kekeringan dalam kehidupannya. Itulah mengapa sangat diperlukan ketekunan dan
kesetiaan manusia dalam melakukan pekerjaannya. Kita bisa belajar dari Nuh yang
dengan tekun dan setia menerima tugas dari Allah mulai dari menyiapkan kapal
hingga Allah mengadakan perjanjian dengannya setelah peristiwa air bah. Ia
melakukan semua tugas yang diberikan Allah dengan baik.
Sabar Dalam Kehidupan. “Selanjutnya ditunggunya pula tujuh hari lagi,
kemudian dilepaskannya burung merpati itu, tetapi burung itu tidak kembali lagi
kepadanya”(Kej 8:12). Nuh dan seisi
bahteranya terombang-ambing diatas air bah dalam waktu yang tidak sebentar.
Selama itu pula pasti terjadi hal-hal yang membuat Nuh terus berpikir mengenai
apa yang terjadi sebenarnya. Selama itu pula ia harus terus bersabar menanti
apa yang akan terjadi selanjutnya. Akhirnya setelah menunggu beberapa waktu,
air bah yang pada awalnya membuat bahtera itu terombang-ambing, kini
mengantarnya untuk terdampar di atas Gunung Ararat. Beberapa kali ia
mengeluarkan burung untuk mengetahu situasi bumi pada saat itu. Akhirnya
setelah waktunya tiba ia dan sisi bahternya dapat keluar dan memperbaharui
kehidupan di bumi lagi.
Begitu pula kehidupan yang terjadi pada diri
manusia. Terkadang dibutuhkan kesabaran untuk menjalaninya karena kehidupan ini
memerlukan waktu dan perjuangan yang cukup berat. Manusia terkadang mengeluh
jika dia tidak memiliki sikap sabar dalam menjalani kehidupannya. Padahal
kesabaran adalah sesuatu yang amat berharga ketika menghadapi suatu masalah.
Dalam menghadapi masalah jika kita mau belajar kita akan menemukan solusi yang
tepat untuk menyelesaikannya. Itulah yang dilakukan Nuh selama ia mengalami
proses air bah.
Nuh adalah salah satu tokoh dalam kitab suci yang
tidak hanya hidup dalam kebenaran. Dia selalu setia dan mau mendengar kehendak
Allah dalam hidupnya. Ketika ia mengetahu apa yang Allah inginkan dirinya, ia
melakukannya dengan setia, tekun dan sabar. Oleh karena itu kehidupan Nuh
selalu diarahkan pada Allah dan Allah selalu berkenan dengan dia hingga membuat
perjanjian dengannya. Sebagai manusia kita juga harus belajar dari Nuh yang
memberikan kita teladan untuk hidup dalam kebenaran, setia, mendengar kehendak
Allah, tekun dan sabar dalam kehidupan. Sehingga seluruh hidup yang kita
lakukan juga terarah pada Allah dan dengan begitu Allah juga akan menyatakan
dirinya kepada kita.